بسم الله الرحمن الرحيم
Usia bumi telah tua.
Lebih tua dari masa pertama saat Adam dan istrinya, Hawa, menginjakkan kaki di
permukaannya. Silih berganti zaman dan keadaan. Manusia yang hidup di atasnya
pun bergiliran. Allah mengutus rasul-rasul untuk mereka. Menyempurnakan fitrah
yang telah dibawa. Hingga akhirnya, diutus Muhammad bin Abdullah ﷺ di
Jazirah Arab.
Lalu timbul
pertanyaan, "Mengapa Arab?" "Mengapa tanah gersang dengan
orang-orang nomad di sana dipilih menjadi tempat diutusnya Rasul terakhir ini?"
Tidak sedikit umat Islam yang bertanya-tanya penasaran tentang hal ini. Mereka
berusaha mencari hikmahnya. Ada yang bertemu, ada pula yang meraba tak tentu
arah.
Para ulama mencoba
menyebutkan hikmah tersebut. Dan dengan kerendahan hati, mereka tetap mengakui
hakikat sejati hanya Allah-lah yang mengetahui. Para ulama adalah orang yang
berhati-hati. Jauh lebih hati-hati dari seorang peneliti. Mereka jauh dari
mengedepankan egoisme suku dan ras. Mereka memiliki niat, yang insya Allah,
tulus untuk hikmah dan ilmu.
Zaid bin Abdul Karim Az-Zaid
dalam Fiqh As-Sirah menyebutkan di antara latar belakang diutusnya para
rasul, khususnya rasul terakhir, Muhammad ﷺ, di Jazirah
Arab adalah:
Pertama: Jazirah Arab
adalah tanah merdeka.
Jazirah Arab adalah
tanah merdeka yang tidak memiliki penguasa. Tidak ada penguasa yang memiliki
kekuasaan politik dan agama secara absolut di daerah tersebut. Berbeda halnya
dengan wilayah-wilayah lain. Ada yang dikuasai Persia, Romawi, dan kerajaan lainnya.
Kedua: Memiliki
agama dan kepercayaan yang beragam.
Mereka memang
orang-orang pagan penyembah berhala. Namun berhala mereka berbeda-beda. Ada
yang menyembah malaikat. Ada yang menyembah bintang-bintang. Dan ada pula yang
menyembah patung, ini yang dominan. Patung yang mereka sembah pun bermacam
ragam. Setiap daerah memiliki patung jenis tertentu. Keyakinan mereka beragam.
Ada yang menolak, ada pula yang menerima. Di antara mereka juga terdapat
orang-orang Yahudi dan Nasrani. Dan sedikit yang masih berpegang kepada ajaran
Nabi Ibrahim yang murni.
Ketiga: Kondisi
sosial yang unik dan mungkin bisa dikatakan istimewa pada saat itu. Mereka
memiliki jiwa fanatik kesukuan (ashabiyah).
Orang Arab hidup
dalam tribalisme, kesukuan. Pemimpin masyarakat adalah kepala kabilah.
Mereka menjadikan keluarga sendiri yang memimpin suatu koloni atau kabilah
tertentu. Dampak positifnya kentara saat Nabi Muhammad ﷺ memulai
dakwahnya. Kekuatan Bani Hasyim menjaga dan melindungi beliau dalam berdakwah.
Apabila orang-orang Quraisy menganggu pribadi beliau, maka paman beliau, Abu
Thalib, datang membela. Hal ini juga dirasakan oleh sebagian orang yang memeluk
Islam. Keluarga mereka tetap membela mereka.
Keempat: Jauh dari
peradaban besar.
Mengapa jauh dari
peradaban besar merupakan nilai positif? Karena benak mereka belum tercampuri
oleh pemikiran-pemikiran lain. Orang-orang Arab yang tinggal di Jazirah Arab
atau terlebih khusus tinggal di Mekah, tidak terpengaruh pemikiran luar. Jauh
dari ideologi dan peradaban Majusi Persia dan Nasrani Romawi. Bahkan keyakinan
paganis juga jauh dari mereka. Sampai akhirnya Amr bin Luhai Al-Khuza'i kagum
dengan ibadah penduduk Syam. Lalu ia membawa berhala penduduk Syam ke Jazirah
Arab. Jauhnya pengaruh luar ini, membuat jiwa mereka masih polos, jujur, dan
lebih adil menilai kebenaran wahyu.
Kelima: Secara
geografi, Jazirah Arab terletak di tengah dunia.
Memang pandangan ini
terkesan subyektif. Tapi realitanya, Barat menyebut mereka dengan Timur Tengah.
Geografi dunia Arab bisa berhubungan dengan belahan dunia lainnya. Sehingga
memudahkan dalam penyampaian dakwah Islam ke berbagai penjuru dunia. Terbukti,
dalam waktu yang singkat, Islam sudah menyebar ke berbagai penjuru dunia, ke
Eropa dan Amerika.
Keenam: Mereka
berkomunikasi dengan satu bahasa yaitu Bahasa Arab.
Jazirah Arab yang
luas itu hanya memiliki satu bahasa untuk komunikasi di antara mereka, yaitu
Bahasa Arab. Adapun wilayah-wilayah lainnya memiliki banyak bahasa. Saat itu,
di India saja sudah memiliki 15 bahasa resmi (Abu Al-Hasan An-Nadawi, As-Sirah
An-Nabawiyah, Cet. Jeddah: Dar Asy-Syuruq, Hal: 22).
Bayangkan, seandainya
di Indonesia, masing-masing daerah berbeda bahasa, bahkan sampai ratusan
bahasa. Komunikasi akan terhambat dan dakwah sangat lambat tersebar karena
kendala bahasa saja. Dalam waktu yang lama, dakwah Islam mungkin belum
terdengar ke belahan dunia lainnya karena disibukkan dengan kendala ini.
Ketujuh: Banyaknya
orang-orang yang datang ke Mekah.
Mekah telah menjadi
tempat istimewa sejak masa Nabi Ibrahim dan Ismail 'Alaihimassalam. Oleh
karena itu, banyak utusan dari wilayah Arab lainnya datang ke sana. Demikian
juga jama'ah haji, pedagang, para ahli syair, dan sastrawan. Keadaan ini
mempermudah untuk menyebarkan risalah kenabian. Mereka datang ke Mekah, lalu
kembali ke kampung mereka masing-masing dengan membawa berita risalah
kerasulan.
Kedelapan: Faktor
penduduknya.
Ibnu Khladun membagi
bumi ini menjadi tujuh bagian. Bagian terjauh adalah Kutub Utara dan Selatan.
Inilah bagian yang ia sebut dengan bagian satu dan tujuh. Kemudian ia
menyebutkan bagian dua dan enam. Kemudian bagian tiga dan lima. Kemudian
menunjuk bagian keempat sebagai pusatnya. Ia tunjuk bagian tersebut dengan
mengatakan, "wa sakanaha" (Arab: وسكانها).
Penduduk Arab adalah
orang-orang yang secara fisik proporsional; tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu
pendek. Tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Demikian juga warna
kulitnya. Serta akhlak dan agamanya. Sehingga kebanyakan para nabi diutus di
wilayah ini. Tidak ada nabi dan rasul yang diutus di wilayah Kutub Utara atau Selatan.
Para nabi dan rasul secara khusus diutus kepada orang-orang yang sempurna
secara jenis (tampilan fisik) dan akhlak. Kemudian Ibnu Khaldun berdalil dengan
sebuah ayat:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ
لِلنَّاسِ
"Kamu adalah
umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia ...." (QS. Ali Imran: 110.
Keterangan selengkapnya disebut dalam Muqaddimah Ibnu Khaldun, Cet.
Bairut: Dar Al-Kitab Al-Albani, Hal: 141-142).
Menurut Ibnu Khaldun,
pembicaraan pertama dalam ayat tersebut ditujukan kepada orang Arab, yakni para
sahabat. Kemudian barulah umat Islam secara umum.
Secara realita, kita
juga meyakini, memang ada bangsa yang unggul secara fisik. Contohnya ras
Mongoloid. Sebuah istilah yang pernah digunakan untuk menunjuk karakter umum
dari sebagian besar penghuni Asia Utara, Asia Timur, Asia Tenggara, Madagaskar
di lepas pantai Timur Afrika, beberapa bagian India Timur Laut, Eropa Utara,
Amerika Utara, Amerika Selatan, dan Oseania. Mereka memiliki ciri mata sipit,
lebih kecil, dan lebih pendek dari ras Kaukasoid.
Ras Kaukasoid adalah
karakter umum dari sebagian besar penghuni Eropa, Afrika Utara, Timur Tengah,
Pakistan dan India Utara. Walaupun penelitian sekarang telah merubah steorotip
ini, namun hal ini bisa kita jadikan pendekatan pemahaman, mengapa Ibnu Khladun
menyebut Timur Tengah sebagai "sakanaha".
Artinya ada fisik
yang lebih unggul. Mereka yang sipit ingin mengubah kelopak mata menjadi lebih
lebar. Mereka yang pendek ingin menjadi lebih tinggi. Naluri manusia menyetujui
bahwa Kaukasia lebih menarik. Atau dalam bahasa lain lebih unggul secara fisik.
Namun Allah Ta'ala
lebih hikmah dan lebih jauh kebijaksanaannya dari hanya sekadar memandang
fisik. Dia lengkapi orang-orang Kaukasia yang ada di Timur Tengah dengan
perangai yang istimewa. Hal ini bisa kita jumpai di buku-buku sirah
tentang karakter bangsa Arab pra-Islam. Mereka jujur, polos, berkeinginan kuat,
dermawan, dan lain sebagainya. Kemudian Dia mengutus Nabi-Nya, Muhammad ﷺ di
sana.
Wallahua'lamubishshowab.
No comments:
Post a Comment